Setiap kali ibadah Minggu, penyampai firman entah itu bapak gembala, bu pendeta, pak pendeta sering menyebutkan tokoh Alkitab yang bernama Ayub, namanya sering disebut ketika mengisahkan bagaimana sikap tetap percaya pada Allah ketika digempur banyak penderitaan.
Saya jadi penasaran tentang kisah tokoh Alkitab ini, mengenalnya membantu kita dalam mencari inspirasi iman, bagaimana bersikap ketika menghadapi penderitaan yang hebat dan bertubi-tubi.
Ayub dikenal sebagai pria saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan dan sangat diberkati.
Ayub punya 10 orang anak. Selain itu Ayub dilimpahi dimampukan secara ekonomi: punya ternak kambing domba hingga 7000 ekor, unta 3000 ekor, 500 pasang lembu, dan 500 keledai betina. Di lingkungannya dia sangat dihormati. Bahkan Allah menyebut Ayub sebagai orang yang tidak ada tandingannya di bumi. (Ayub 1: 8)
Jadi suatu peristiwa, iblis menuduh bahwa hidup Ayub yang setia itu karena hidup yang terberkati dan berada di zona nyaman. Sehingga Allah mengizinkan iblis untuk menguji Ayub, dengan catatan tidak mengambil nyawanya.
Ujian pertama:
Ayub kehilangan semua yang dia miliki secara mendadak. Ternaknya, hamba-hambanya, semua anak-anaknya meninggal dunia karena musibah rumahnya ambruk.
"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1: 21)
Ujian kedua:
Begitu hebat pukulan diujian pertama, namun Ayub tetap setia pada Allah. Iblis meminta ijin kepada Allah untuk kembali menguji Ayub, dengan catatan tidak menghilangkan nyawanya.
Pada ujian kedua ini Ayub dihadapkan pada penyakit keras, tubuhnya diserang borok busuk dari kepala hingga kakinya. Pada saat kondisi yang seperti itu istrinya justru malah bertindak tidak mendukung Ayub, malah meminta Ayub mengutuki Allah nya, "Kutukilah Allah mu dan matilah!"
Namun lagi Ayub menunjukan tetap setia pada Allah nya, Ayub mengatakan: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2: 10)
Ditengah penderitaannya itu, Ayub didatangi (baca: dijenguk) oleh ketiga sahabatnya, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar. Sahabat² nya itu tinggal selama 7 hari sebagai tanda berduka.
Namun melihat penderitaan Ayub yang bertubi-tubi, sahabat² nya justru punya pendapat lain, mereka menganggap Ayub berdosa, karena melihat apa yang dialami Ayub adalah bentuk dari murka Allah. Karena menurut mereka, Allah tidak akan menghukum orang yang tidak berdosa. Karena Ayub menderita begitu hebat, berarti Ayub dituduh berdosa.
Menyadari hal itu Ayub tidak mengutuki Allah, tetapi Ayub lebih ke begumul, marah dan sedih atas apa yang dia alami, hal manusiawi yang juga biasa kita alami ketika menghadapi masalah, jika kita seperti itu, kita sudah berada pada jalur yang benar, kita hanya perlu belajar seperti Ayub untuk tetap selalu percaya pada kuasa Allah.
Berbeda dari ketiga sahabat sebelumnya, muncul Elihu. Dia lebih muda menegur sahabat² nya itu, karena menuduh Ayub demikian. Elihu juga menegur Ayub yang terlalu menuntut Allah. Elihu menjelaskan bahwa Allah itu adil dan hikmat Allah itu jauh melampaui pikiran manusia.
Allah pada akhirnya memulihkan Ayub, karena ditengah ujian yang menerpanya dia tetap setia pada Allah dan memilih untuk tidak berdosa.
Allah kemudian memberikan berkatnya: memberikan dia kali lipat dari harta sebelumnya, memberikan 10 anak lagi, usianya dipanjangkan hingga 140 tahun hingga akhirnya Ayub meninggal karena menua dan lanjut umurnya.
Dari kisah Ayub ini bisa menjadi refleksi bagi kita bahwa:
🕯 Penderitaan itu bukan terjadi karena kita berdosa saja, bahkan bagi yang tidak pun kita akan tetap akan mengalami penderitaan. Kita juga bisa berkaca pada Yesus Kristus, apakah Dia berdosa sampai harus menderita di kayu salib. Semua hanya karena kehendak Allah.
🕯 Allah punya kuasa dan berdaulat, Dia tidak perlu menjelaskan semua rencana -Nya pada hidup kita.
🕯 Iman akan diuji dari dan oleh penderitaan.
🕯 Pergumulan tidak hanya dialami orang biasa seperti kita, bahkan orang yang sudah hidup dalam kebenaran akan selalu bergumul, yang membedakan adalah bagaimana kesetiaan pada Allah ditengah pergumulan itu.
🕯 Berkaca dari sahabat² Ayub, penghiburan dilakukan dengan empati bukan dengan judgement atau tuduhan.
Semoga kita bisa belajar, berefleksi dari kisah Ayub ini, dan apa yang Ayub alami masih relate dengan kehidupan kita saat ini. Sehingga apa yang dialami Ayub bisa jadi contoh yang baik bagaimana menghadapi penderitaan dengan cara yang benar.
Segitu saja bahan refleksi kita kali ini, semoga bisa menjadi inspirasi kita semua. Syaloom, Tuhan memberkati kita semua. -cpr
#onedayonepost
#refleksiiman
#iman
#refleksi

0 komentar: